Pengemis
Di malam yang sunyi dan dingin menggigilkan tubuh, aku di lesehan toko yang usang tampak tak pernah ditinggali, dari desa menuju kota. Sejak setahun silam aku tak menemukan kesuksesan. Malu rasanya menyapa tetangga yang biasa hanya berbicara tanpa tahu realita sebenarnya. Aku selalu mengabari ayah dan ibu tentang keadaan ku yang sangat mengenakan di kota, banyak makanan dan aku semakin gemuk di sini, padahal apa yang aku rasa berbanding terbalik dengan realitas sebenarnya. Seperti para filsuf yang mencari kebenaran dengan penderitaan yang mereka alami.
Aku ingin bercerita tentang seorang yang pernah aku temui di halaman toko tua, ia memakan makanan lezat, ada beberapa potong ayam, dan pizza yang masih terbungkus kardus, namun aku tampak heran darimana orang itu dapat makanan yang mengenakkan itu? Padahal aku tahu dia adalah seorang pemulung namun setiap makan dia selalu dengan makanan mahal. Hingga aku penasaran lalu mendekatinya. Namun dia malah langsung menawariku untuk ikut makan dengannya, karena perutku sudah meraung sejak pagi, aku ikut menyantap makanan yang ditawarkan seorang itu padaku.
Akhirnya aku kenyang setelah menyantap makanan tersebut, setelah itu kita berbincang dengan omongan yang sangat receh, setelah lama aku berbicara ngalor ngidur aku ingat tujuan awalku ialah untuk menanyai darimana orang itu mendapatkan makanan selezat ini. Dan dia pun menceritakannya kepada ku.
Dia sebelum menjadi seorang pengemis sebelumnya adalah seorang yang kaya raya, namun harta yang ia dapat dari ayahnya, ia sering membuang makanan dan tak menghabiskan makanan yang mahal, sehingga pada suatu ketika ayahnya meninggal sehingga harta waris dari ayahnya jatuh ketangannya, setelah berselang lama usaha yang dirintis ayahnya mengalami kebangkrutan, karena pada dasarnya orang ini tak mengerti cara bisnis karena dalam hidupnya ia hanya meminta uang untuk berfoya-foya sehingga ketika bisnis yang dijalankannya tak pernah berhasil hingga ia bangkrut.
Lalu setelah itu ia dengan belagak sombong meminta uang kepada pamannya dengan lagak yang tak mengenakkan sehingga pamannya mengusirnya, dikehidupan jalanan ia sering melihat pengemis yang secara mudah mendapatkan uang secara mudah, namun ia gengsi jika harus mengemis, tetapi dia tetap melakukannya namun ternyata tak semudah itu untuk mendapatkan uang, hingga ia melihat sampah yang dipungut oleh pemulung, hingga ia pun juga memulung, namun semua sampah diambilnya hingga tak laku ketika ia menjualnya. Lalu ia kelaparan dan pada saat itu ia berada tepat di belakang dapur restoran tempat biasa petugas membuang sampah, lalu ia memungut makanan sisa dari restoran itu untuk dimakan setiap hari. Mengetahui itu aku langsung muntah karena baru menyadari apa yang aku makan adalah sampah. Tahu aku muntah si orang tersebut memarahi ku karena muntah, ia memberi tahu ku, hanya syukur tidak akan cukup hanya untuk hidup, kita juga harus berusaha dan adaptasi dengan keadaan yang ada. Ia selalu membawa buku kosong yang ia gunakan untuk menulis pengalaman saya selama ini.
Aku diajaknya menuju rumahnya, ketika berada di rumahnya aku sangat tercengang karena melihat rumahnya penuh dengan bongkahan buku, selain ia menulis dia juga banyak mengoleksi buku, dan sebenarnya dia orang jenius yang karyanya banyak diakui dunia, namun dia tetap hidup sederhana dengan makan makanan sisa dari restoran, ia sering diingatkan untuk tidak mengambil makanan sisa, karena restoran itu menggratiskan makanan untuknya, namun ia menolak, ia lebih suka dengan sisa makanan yang ada di sampah.
pelajaran apa yang kalian bisa ambil dari cerita ini?
0 Komentar