Sayat. Sang Pembalok
Lambaian tangannya mengayun tak henti melihat kepergianku dengan sembab mata yang tak henti meneteskan air mata, ada banyak bayangan mendadak terbesit di otakku, aku sangat lama mengenalnya, ia manis dan sejernih kristal. Namun kini aku melakukannya dengan kepergian yang tak pernah diinginkan, angin menyapa ku menemani dan mengingatkan ku pada hal indah yang pernah kita capai bersama. Seorang Putri yang kurenggut dari Istana megah, ia rela bersama ku demi rasa yang sebelumnya tak pernah ia rasakan.
Maafkan orang ini yang menyakitimu meninggalkan dan membuat keruh setiap waktu bersamamu, kurasa daun tak merestui kita untuk saling menjauh, bila ia mengerti Putri raja yang aku boyong ke rumah sederhana yang hanya beralaskan semen dengan langit yang sering membanjiri dikala kemesraan kita disela-sela malam. Namun rintihan hujan tak pernah membuat ia menyesal telah memilihku yang hanya seorang pembalok kayu.
Hari ini aku benar-benar meninggalkannya dengan air mata yang berderai keluar dari mutiara mata yang mengiringi kepergian ku, semoga pepohonan dan alam menjaganya dikala aku tak bersamanya lagi. Laju kendaraan tak terasa semakin cepat hingga aku tak tampak ia lagi, hanya ingatan yang sering hadir menyapa mengingatkan ku pada hari-hari penuh kebahagiaan.
Aku Dirga pembalok kayu yang hanya mempunyai gubuk sederhana yang saat ini menjadi tempat singgah kami, aku hanya memiliki tekad untuk meminang seorang putri yang ku minta dari seorang Raja, dengan ketulusan sang Putri ia langsung menerima ku tanpa sayembara. Namun Raja ragu dengan ku, karena seorang anak Raja yang akan diminta oleh sang pembalok kayu yang tak punya harta yang mampu membuat Putri bahagia. Namun Putri tidaklah keberatan dengan hal ini, yang ia ingin hanya tanggung jawab dan kesetiaan dari pembalok kayu yang berani meminta seorang Putri Raja. Akhirnya sang Raja mengabulkan permintaan pembalok sepertiku membawa Putrinya.
Hari-hari kami dipenuhi dengan rasa bahagia langit merestui kami, dengan hasil yang diberikan alam untuk kami bisa bertahan hidup dengan sederhana, Putri tak pernah mengeluh dari alam putri dan aku juga banyak berteman dengan para binatang, buah-buahan sangat berlimpah membuat hidup kami penuh dengan rasa aman dan bahagia.
Pada suatu hari Ayah Raja datang mengunjungi persinggahan
kami, kami menyambut dengan hangat sang Ayah Raja, tampak Ayah Raja dengan
kepala dan mata yang melihat sisi setiap sudut rumah kami tampak keheranan
karena sangat jauh berbeda dengan Istananya.
“Nduk, apakah kamu bahagia di sini?”
“sangat bahagia ayah”
“Nduk, ayahmu rindu padamu, hingga waktu ini yang dapat ayah
berikan kepadamu”
“Tak apa ayah, dengan ayah kesini walau itu tak tentu, sudah
membuat aku sangat bahagia ayah”
“Ayah sering membaca suratmu nduk, yang tampak sangat
bahagia disini, banyak keindahan yang kau tuliskan dalam suratmu”
“Iya ayah. Sungguh tempat ini sangat indah ayah”
“Dirga.. Tak usah repot-repot, seharusnya Putri ayah yang
menyiapkan semua bukan kamu” (ayah berteriak pada dirga yang sedang menyiapkan
hidangan di dapur)
“Baik Ayah Raja, ini ada sedikit makanan yang dapat kami
sajikan untuk Ayah Raja”
“Tak perlu repot-repot. ayah melihat kalian sehat bahagia
dan kompak seperti ini ayah sudah bahagia”
“Baik Ayah Raja”
“Ayah menginap ya di sini?”
“tidak anak ku. ayah tak bisa lama-lama di sini, namun ayah
tak akan pulang cepat karena masih sangat rindu pada anak ayah ini”
“Padahal suasana malam disini sangat indah yah”
“Yah mau gimana lagi nak. Dirga jaga putri kami ini ya,
tetap buat dia bahagia”
“Baik Ayah Raja”
Ayah Raja sangat baik kepada kami, ia tak hanya dengan tangan kosong disini namun juga membawa banyak makanan untuk kami, dan makanan kesukaan Putri pastinya. setelah raja pulang, Putri menceritakan masa kecilnya yang sangat indah. Dibawa lentera Kerajaan Putri selalu berharap dapat melihat suasana yang berbeda diluar, karena seorang Putri tak memiliki kebebasan ketika ingin keluar kerajaan, itupun jika keluar pasti ada banyak prajurit yang akan mengawalnya. Hingga aku yang datang melamarnya sampai ia saat ini bebas hidup tanpa pengawalan prajurit.
Pada keesokan harinya seperti biasa aku pamit untuk mencari balok kayu di hutan, dan dia akan ke pasar untuk membeli bahan masakan, di hutan aku dengan bertemankan anjing yang aku beri nama Jiga dia menemani setiap perjalanan ku, ada kayu yang cocok untuk aku tebang, hari ini tak bersahabat hingga akhirnya rintihan hujan yang semakin deras, untungnya aku membuat gubuk sebelumnya yang dapat aku gunakan untuk berlindung. Mungkin hari ini aku tak dapat pulang dan harus bermalam di hutan hingga hujan reda.
Esokan harinya dengan hasil balok aku membawanya pulang, dengan Jiga yang menemaniku, di hutan aku menemukan buah Apel, aku petik untuk ku makan dengan Putri di rumah. semalam aku tak pulang dan jarak hutan dengan rumah sangatlah jauh. hingga ditengah hari yang terik aku tiba. Namun aku terkejut melihat seisi rumah berantakan, barang barang berserakan, banyak makanan yang tumpah dan perkakas hancur, lalu aku bergegas mencari putri, di sudut kamar dia duduk menangis dengan tubuh dan pakaian yang terkoyak, dia takut ketika aku mendekatinya dia menangis menjadi-jadi ketika aku mendekapnya, aku tampak cemas dengan apa yang terjadi padanya. ia menangis histeris dan memeluk ku. aku mendekapnya mencoba membuat ia senyaman mungkin hingga ia tak menangis lagi.
Ketika tangisnya sudah reda ia pun bercerita, bahwa semalam ia didatangi seseorang yang tampak menautkan dan salah satu dari orang itu Putri mengenalnya sebelum akhirnya ia tertangkap setelah ia mencoba menyelamatkan diri, ia sempat lari didalam hutan namun mampu ditangkapnya lagi, ia dipaksa masuk kedalam rumah dan mengikatnya lalu menelanjanginya, ada empat pria yang memperkosanya secara bergilir, namun Putri sempat kabur lagi namun dapat ditangkap kembali kali ini ia melakukannya di hutan dengan cara yang sama, Putri diikatnya dan digilirnya. hingga si putri tak berdaya lalu setelah para pria itu puas ia mengembalikan Putri itu ke dalam rumah dan meninggalkannya.
Mendengar cerita itu Dirga tanpa berpikir panjang lalu mengambil kampak dan melaju dengan kereta kudanya, dengan hati marah dan mengingat kenangan bersama putri ia berniat membalas dendam perbuatannya itu, setiba di tempat yang lapang dengan padang rumput dan gudang gembala domba. Ia lalu masuk ke gudang ia membunuh dan menghabisi semua domba tanpa tersisa, lalu tampak sang pemilik yang tak lain adalah yang melecehkan Putri ketika ia datang Dirga langsung menebasnya, dan ketiga temannya yang pada saat itu mabuk di dalam rumah gembala tersebut. Melihat orang yang melecehkan sang Putri sudah lenyap Dirga dengan tangisannya pulang ke rumah.
Lalu membersihkan tubuh dan merapikan seisi rumahnya yang
berantakan, dan memandikan putri lalu mengganti pakaiannya, dengan hati yang
hancur, Dirga memeluk istrinya dengan tangisan yang tak terbendung lagi. Ia
mencoba menenangkan sang putri dan memberitahu bahwa keempat orang yang
melecehkan putri sudah mati.
Baca Juga Karya Lainya
Tamat
EDITING Devika Nur Baity
0 Komentar